Suatu siang, di ruang kerja pada sebuah laboratorium lingkungan di Bondowoso sana, saya dengan berapi-api memberikan kuliah puluhan menit kepada salah seorang rekan media lokal. Bukan tanpa sebab, sudah bertahun-tahun saya gemas dengan cara media mainstream local menuliskan berita-berita terkait lingkungan. Kesalahan konsep di sana-sini, bahkan terkesan bahwa sang jurnalis sebenarnya kurang memahami duduk persoalannya.
Amat boleh jadi, hal yang saya temui di Bondowoso juga terjadi secara nasional. Maklumlah, lingkungan belum menjadi topik terlalu seksi untuk ditulis. Kalaupun mendapat tempat, sering dituliskan dengan bumbu atau sudut pandang politis.
Kesibukan sebagai blogger sejak 2008 dan cukup sering pula menuliskan topik-topik lingkungan bahkan pernah beberapa kali menjuarai lomba blog dengan tema lingkungan membuat saya berpikir, bahwa citizen journalism salah satunya yang dilakukan melalui blog, seyogianya dapat menjadi pendamping pemberitaan serta kampanye mengenai pelestarian lingkungan yang dilakukan media mainstream. Baca juga: Strategi pemantauan sungai berbasis komunitas.

Membangun Green Journalism Bersama Ecobloggersquad
“Mbak, menulis tema lingkungan itu susah banget”,
Begitulah tantangannya. Bukan satu dua blogger yang mengeluhkan hal tersebut pada saya. Melalui puluhan kelas blogging saya memang terhubung secara aktif dengan banyak blogger khususnya blogger pemula.
Maka ketika suatu hari, Mbak Kurnia Amelia atau biasa saya panggil Mbak Amel dari HIIP Asia mengontak dan meminta kesediaan saya untuk sharing pada Capacity Building bagi Para Ecobloggersquad, saya merasa sedang dituntun oleh semesta.

Pada kesempatan yang telah disepakati, dengan berbahagia saya memaparkan bagaimana sih membangun konten dengan tema lingkungan agar tetap bisa mudah dituliskan sekaligus tetap powerful?
Saya sendiri meyakini, tema lingkungan bukan benar-benar susah. Tema ini hanya belum banyak mendapat kesempatan untuk menjadi bahan eksplorasi para blogger. Coba kalau makin sering dieksplor, pasti makin dipahami dan mudah menuliskannya.
Ke depan saya berharap akan makin banyak yang menginisiasi kegiatan seperti Ecoblogger Squad ini. Karena problem lingkungan itu amat nyata, yang terdampak adalah kita semua, seluruh umat manusia, bumi beserta isinya. Menjadi amat penting untuk membuat gerakan amat massive guna mengkampanyekan pelestarian lingkungan termasuk melalui tangan para blogger. Baca juga: Melestarikan hutan dengan adopsi hutan.
Sekilas tentang Green Journalism
Green Journalism atau Environment Journalism atau Jurnalisme Hijau atau jurnalisme lingkungan adalah jurnalistik yang mengedepankan masalah lingkungan hidup yang berpihak pada kesinambungan lingkungan hidup. Isi tulisan jurnalisme hijau memiliki orientasi kepada pemeliharaan lingkungan hidup sehingga berkelanjutan dan bisa diwariskan ke generasi mendatang.
Jurnalisme hijau menjadi penting sekarang ini, apalagi ancaman perubahan iklim yang semakin nyata, dikarenakan kerusakan alam yang lebih cepat dibandingkan pemulihannya. Kerusakan alam yang sulit dipantau dikarenakan cakupan wilayahnya yang sangat luas, menjangkau seluruh daratan, samudra bahkan atmosfer. Namun, pada sisi berbeda informasi lingkungan dan kerusakannya yang terbilang minim.

Karenanya, jurnalisme hijau bukan hanya menginformasikan mengenai masalah lingkungan dan kerusakannya, namun juga menggerakkan semua pihak untuk melakukan konservasi dan pelestarian lingkungan.
Jurnalisme hijau bisa memantik upaya terbentuknya komunitas dan jaringan yang peduli lingkungan dengan tetap berpijak pada penulisan jurnalistik yang profesional yaitu informasi yang akurat dan benar secara ilmiah, informasi yang penting dan memberikan manfaat, dan penulisan serta penyampaian informasi yang menarik.
Bukan sebatas kemampuan menulis saja, jurnalisme hijau juga mensyaratkan penulis menguasai materi tulisannya, meski dalam bentuk yang populer dan mudah dipahami khalayak luas.
